dampak iptek


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
             Pada saat ini kita ketahui, masalah yang sering terjadi pada perkembangan intelektual dan emosional masyarakat adalah ketidak seimbangan antara keduanya. Kemampuan intelektual mereka telah dirangsang sejak awal melalui berbagai macam sarana dan prasarana yang disiapkan di rumah dan di sekolah dengan berbagai media. Mereka telah dibanjiri berbagai informasi, pengertian- pengertian, serta konsep- konsep pengetahuan melalui media massa (televisi, video, radio, dan film) yang semuanya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat sekarang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat dan semakin modern mempengaruhi dunia pendidikan yang cenderung mengutamakan aspek kognitif (kecerdasan intelektual), sementara nilai-nilai afektif keimanan, ketakwaan, mengelola emosi dan akhlak mulia sebagaimana ditegaskan dalam tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, kurang banyak dikaji dalam dunia pendidikan.
             Sebenarnya sejak dulu teknologi sudah ada atau manusia sudah menggunakan teknologi. Seseorang menggunakan teknologi karena manusia berakal. Perkembangan teknologi terjadi karena seseorang menggunakan akalnya dan akalnya untuk menyelesaikan setiap masalah yang dihadapinya. Di satu sisi, perkembangan dunia IPTEK yang demikian mengagumkan itu memang telah membawa manfaat yang luar biasa bagi kemajuan peradaban umat manusia. Jenis- jenis pekerjaan yang sebelumnya menuntut kemampuan fisik yang cukup besar, kini relatif sudah bisa digantikan oleh perangkat mesin- mesin otomatis. Demikian juga ditemukannya formulasi- formulasi baru kapasitas komputer, seolah sudah mampu menggeser posisi kemampuan otak manusia dalam berbagai bidang ilmu dan aktifitas manusia. Jadi, kemajuan IPTEK yang telah kita capai sekarang benar- benar telah diakui dan dirasakan memberikan banyak kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan umat manusia. Sumbangan IPTEK terhadap peradaban dan kesejahteraan manusia tidaklah dapat dipungkiri. Namun, manusia tidak bisa pula menipu diri sendiri akan kenyataan bahwa IPTEK mendatangkan malapetaka dan kesengsaraan bagi manusia.

B.     Rumusan Masalah
             Dari latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah :
1.      Apakah dampak dari ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap kehidupan manusia sebagai masyarakat ?

C.     Tujuan
            Tujuan dari rumusan masalah ini adalah untuk mengetahui dampak apa saja yang terjadi di masyarakat dengan adanya ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini.

BAB II
PEMBAHASAN

A.     Teknologi
Teknologi atau pertukangan memiliki lebih dari satu definisi. Salah satunya adalah pengembangan dan aplikasi dari alatmesinmaterial dan proses yang menolong manusia menyelesaikan masalahnya. Sebagai aktivitasmanusia, teknologi mulai dikenal sebelum sains dan teknik.
Teknologi dibuat atas dasar ilmu pengetahuan dengan tujuan untuk mempermudah pekerjaan manusia, namun jika pada kenyataannya teknologi malah mempersulit, layakkah disebut Ilmu Pengetahuan?
Kata teknologi sering menggambarkan penemuan dan alat yang menggunakan prinsip dan proses penemuan saintifik yang baru ditemukan. Meskipun demikian, penemuan yang sangat lama seperti roda juga disebut sebuah teknologi. Teknologi didefinisikan sebagai paduan sempurna antara ilmu (science), rekayasa (engineering), seni (art), dan ekonomi.
Dalam dunia ekonomi, teknologi dilihat dari status pengetahuan kita yang sekarang dalam bagaimana menggabungkan sumber daya untuk memproduksi produk yang diinginkan( dan pengetahuan kita tentang apa yang bisa diproduksi). Oleh karena itu, kita dapat melihat perubahan teknologi pada saat pengetahuan teknik kita meningkat.
Terkait dengan teknologi, Anglin mendefinisikan teknologi sebagai penerapan ilmu-ilmu perilaku dan alam serta pengetahuan lain secara bersistem dan menyistem untuk memecahkan masalah. Ahli lain, Kast & Rosenweig menyatakan Technology is the art of utilizing scientific knowledge. Sedangkan Iskandar Alisyahbana (1980:1) merumuskan lebih jelas dan lengkap tentang definisi teknologi yaitu cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat, atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, panca indera, dan otak manusia.
Dari beberapa pengertian di atas nampak bahwa kehidupan manusia tidak terlepas dari adanya teknologi. Artinya, bahwa teknologi merupakan keseluruhan cara yang secara rasional mengarah pada ciri efisiensi dalam setiap kegiatan manusia.
Seseorang menggunakan teknologi, karena menusia berakal. Dengan akalnya ia ingin keluar dari masalah, ingin hidup lebih baik, lebih mudah, lebih aman, dan lebih-lebih yang lain.
Perkembangan teknologi terjadi bila seseorang menggunakan alat dan akalnya untuk menyelesaikan setiap masalah yang dihadapinya. Sebagai contoh dapat dikemukakan pendapat pakar teknologi "dunia" terhadap pengembangan teknologi.
Menurut B.J. Habiebie (1983: 14) ada delapan wahana transformasi yang menjadi prioritas pengembangan teknologi, terutama teknologi industri, yaitu :(1) pesawat terbang, (2) maritim dan perkapalan, (3) alat transportasi, (4) elektronika dan komunikasi, (5) energi, (6) rekayasa , (7) alat-alat dan mesin-mesin pertanian, dan (8) pertahanan dan keamanan.
Pada satu sisi, perkembangan dunia iptek yang demikian mengagumkan itu memang telah membawa manfaat luar biasa bagi kemajuan peradaban umat manusia. Jenis-jenis pekerjaan yang sebelumnya menuntut kemampuan fisik cukup besar, kini relatif sudah bisa digantikan oleh perangkat mesin-mesin otomatis. Sistem kerja robotis telah mengalihfungsikan tenaga otot manusia dengan pembesaran dan percepatan yang menakjubkan. Begitupun dengan telah ditemukannya formulasi-formulasi baru aneka kapasitas komputer, seolah sudah mampu menggeser posisi kemampuan otak manusia dalam berbagai bidang ilmu dan aktivitas manusia. Ringkas kata, kemajuan iptek yang telah kita capai sekarang benar-benar telah diakui dan dirasakan memberikan banyak kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan umat manusia. Namun, pada sisi lain, pesatnya kemajuan iptek ternyata juga cukup banyak membawa pengaruh negatif. Semakin kuatnya gejala "dehumanisasi", tergerusnya nilai-nilai kemanusiaan dewasa ini, merupakan salah satu oleh-oleh yang dibawa kemajuan iptek tersebut. Bahkan, sampai tataran tertentu, dampak negatif dari peradaban yang tinggi itu dapat melahirkan kecenderungan pengingkaran manusia sebagai homo-religousus atau makhluk teomorfis.
Bagi masyarakat sekarang, iptek sudah merupakan suatu religion. Pengembangan iptek dianggap sebagai solusi dari permasalahan yang ada. Sementara orang bahkan memuja iptek sebagai liberator yang akan membebaskan mereka dari kungkungan kefanaan dunia. Iptek diyakini akan memberi umat manusia kesehatan, kebahagian dan imortalitas.

B.     Perkembangan Iptek, Moralitas, Dan Ancaman
             Sumbangan iptek terhadap peradaban dan kesejahteraan manusia tidaklah dapat dipungkiri. Namun manusia tidak bisa pula menipu diri akan kenyataan bahwa iptek mendatangkan malapetaka dan kesengsaraan bagi manusia. Dalam peradaban modern yang muda, terlalu sering manusia terhenyak oleh disilusi dari dampak negatif iptek terhadap kehidupan umat manusia.
             Perbudakan dan penjajahan di North America, Asia dan Afrika hanya memungkinkan melalui dukungan iptek. Perkembangan iptek di Eropa Barat membuahkan revolusi industri yang menindas kelas pekerja dan yang melahirkan komunisme. Produksi weapons of mass destruction, baik kimia, biologi ataupun nuklir  tentu saja  tidak bisa  dipisahkan dari  iptek;  belum lagi  menyebut  kerusakan ekosistem alam akibat dari kemajuan iptek.
             Kalaupun iptek mampu mengungkap semua tabir rahasia alam dan kehidupan, tidak berarti iptek sinonim dengan kebenaran. Sebab iptek hanya mampu menampilkan kenyataan. Kebenaran yang manusiawi haruslah lebih dari sekedar kenyataan obyektif. Kebenaran harus mencakup pula unsur keadilan. Tentu saja iptek tidak mengenal moral kemanusiaan,oleh karena itu iptek tidak pernah bisa mejadi standar kebenaran ataupun solusi dari masalah-masalah kemanusiaan.
             Dari segala dampak terburuk dari perkembangan iptek adalah dampak terhadap perilaku dari manusia penciptanya. Iptek telah membuat sang penciptanya dihinggapi sikap over confidence dan superioritas tidak saja terhadap alam lingkungan melainkan pula terhadap sesamanya. Eksploitasi terhadap alam dan dominasi pihak yang kuat (negara Barat) terhadap pihak yang lemah (negara dunia ketiga) merupakan ciri yang melekat sejak lahirnya revolusi industri.
             Sementara ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) berhasil menyediakan segala macam kebutuhan hidup sehari-hari, moralitas manusia bergerak mengancam hidup dan kehidupan manusia itu sendiri. Iptek telah membuktikan secara nyata kemampuan melipat ganda produksi mulai dari kebutuhan primer sampai kebutuhan sekunder. Keadaaan ini diiringi dengan perkembangan mentalitas dan sikap hidup manusia yang semakin “materialitas” saja. Kecukupan sandang dan pangan sudah bukan lagi menjadi arah lagi kegiatan hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup. Yang menjadi arah kegiatan hidupnya saat ini adalah mengumpulkan uang dan harta kekayaan. Kebahagiaan sudah berubah menjadi barang nyata berupa limpahan materi.
Manusia memang berpembawaan “ serba labil”. Perkembangan Iptek justru memberi angina bagi upaya pencapaian kepuasan yang semakin tidak terbatas tersebut. Teknologi berali peran dari “alat hidup” manjadi “tujuan hidup”. Tidak jarang manusia terseret ke dalam keampuhannya sehingga tingkah laku tamak, serakah, zalim, dan sebagainya, mewarnai jiwa setiap orang. Demikianlah kecenderungan adanya peralatan teknologi yang tidak lagi sesuai dengan arti dan fungsinya, melainkan lebih dijunjung sebagai pengangkat martabat dan derajat pribadinya di mata masyarakat. Karena itu, jenis makana, minuman, pakaian, perunmahan, mobil, computer, telepon, dan sebagainya, menjadi atribut baru yang dikejar-kejar oleh hamper setiap orang demi prestise social dan kebahagiaan diri pribadi.
Perkembangan Iptek sebenarnya wajar-wajar saja, karena manusia mempunyai kemampuan pikiran yang misterius. Ia memiliki perasaan lembut, keinginan yang serba tidak menentu, dan pikiran yang tajam, yang semuanya sulit diukur. Terlebih lagi berkat sumber daya alam yang semakin menipis karena kepadatan jumlah penduduk dunia. Keadaan ini mengakibatkan manusia yang “makhluk budaya” itu melipatgandakan upayanya menjadi semakin nyata, praktis, dan pragmatis. Ajaran-ajaran agama, pandangan-pandangan kefilsafan dan bahkan teori-teori ilmiah mulai ditinggalkan, karena semua itu terlalu jauh dari pengadaan kebutuhan hidup sehari-hari. Suasana dan keadaan demikian merupakan peluang bagi teknologi untuk secara leluasa menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi segala kepentingan hidup. 
Sejak ilmu pengetahuan berkembang menjadi semakin positif pada akhir abad ke-18 dan penemuan-penemuan teknologi pada abad ke-19, maka perindustrian pun berkembang pesat. Hal ini mengakibatkan adanya pelipatgandaan segala macam kebutuhan hidup. Akan tetapi, akibat sampingnya muncul kerusakan lingkungan hidup. Potensi sumber daya alam terancam habis. Pencemaran lingkungan air, udara, pencemaran tanah, dan sebagainya, semuanya mengancam kesehatan umat manusia.
Bukan hanya masyarakat industri saja yang mengalami persoalan demikian, masyarakat yang sedang berkembang pun akan mengalami hal serupa. Karena bahan-bahan mentah kebutuhab industri dialirkan dari daerah yang sedang berkembang. Hal ini terjadi karena beberapa faktor.  Diantaranya adalah faktor kemiskinan. Faktor ini muncul karena kepadatan penduduk yang diikuti tingkat pendidikan pendidikan yangrelatif rendah. Hutan ditebangi untuk perluasan lahan pertanian, kapur pegunungan, karang laut dan semua sumber daya alam dikuras demi kepentingan pengadaan kebutuhan hidup minimal semata.
 Berawal dari rendahnya tingkat pendidikan pula, dapat dipahami betapa kuat pengaruh gaya hidup dan kehidupan masyarakat industri (modern) terhadap masyarakat berkembang. Sementara itu, orang yang tergolong masyarakat berkembang telah memeloporinya. Mereka yang berkesempatan lebih banyak ini tidak mampu meredam keinginan untuk bergaya hidup persis seperti mereka yang modern. Perangkat hidup yang belum perlu dan bahkan sama sekali tidak dibutuhkan, mereka paksakan untuk diadakan. Mereka memaksa untuk mempercepat waktu demi keinginan dan kepuasannya untuk diberi predikat modern. Karena posisi dan peran mereka ini sentral, yaitu sebagai pengendali akselerasi pembangunan masyarakat, maka dapat dipikirkan bahwa dari sinilah sumber pokok kehancuran sumber daya alam dan lingkungan hidup dimulai.
Pada dewasa ini, gaya hidup modern-semu segelintir manusia telah mengalir kuat bagai arus yang melanda sikap mental dan tingkah laku moral masyarakat. Hampir setiap orang, jika mendapatkan kesempatan, membiarkan nafsu-nafsu serakahnya menjadi liar dalam memiliki kekayaan material. Kebahagiaan, sebagai tujuan asli, sudah bergeser ke tingkat yang lebih konkret dan positif, yakni kenikmatan hidup (biologis) pribadinya sebagai manusia. Sikap moral ”egosentristik” ini membuat jarak antara manusia dengan manusia lainnya, dengan alamnya, dan dengan Sang Penciptanya sendiri.
Dalam hubungan di antara sesama manusia, istilah teman, keluarga, dan sebagainya, hanya tinggal istilah belaka. Semua hubungan sosial dibentuk dan dikembangkan atas pertimbangan tujuan (finalistic) yang menguntungkan pribadinya (egoistic). Terhadap alam sekitar, orang hanya memandang dengan sikap dan tingkah laku eksploitatif demi kenikmatan hidup (hedonistic) pribadinya. Sebaliknya, soal ”kelestarian alam” diangkat ke permukaan sebagai isu-isu yang sangat menarik dengan tanpa diimbangi oleh tingkah laku yang konkret dan konsekuen dalam melestarikannya. Justru di balik isu besar tentang pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup itulah mereka diam-diam melakukan eksplorasi alam secara laluasa. Hubungan antar manusia dan alam sudah tidak lagi harmonis menurut asas sebab musabab, yang sebenarnya manusia itu bergantung sepenuhnya kapada alam.
Demikian pula hubungan antara manusia dan sang Penciptanya. Arus deras kemajuan teknologo dan peridustrian yang eksploitatif, dan nyata-nyata mendorong perwujudan sikap moral yang egosentrismefinalistik, juga melanda kehidupan beragama dan keagamaan.Taraf kehidupan ini telah menjadi sedemikian dangkal, praktis dan pragmatis. Shalat dan bentuk-bentuk ibadah lainnya menjadi terkeping-keping. Tidak ada konsistensi, konsekuensi, dan sinkronisasi antara ketaatan dengan ketakliman keilahian dan segala perilaku sosial maupun kealaman. Di sana – sini tampak secara mencolok ketaatan dan ketakliman kepada Tuhan Sang Pencipta, tetapi hal itu tidak diimbangi dengan tingkah laku adil terhadap sesama manusia dan alam sebagai sumber kehidupannya. Agama dan kepercayaan lain hanya dipeluk dan disandang sebagai dekorasi diri, tidak ditumbuh kembangkan di dalam hati sanubari terdalam. Lebih celakanya lagi, agama sekadar difungsikan sebagai sarana penunjang demi memperoleh kemudahan dan kenikmatan hidup duniawi.
Demikianlah kemajuan pikiran dan sikap moral sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan perindustrian. Keinginan dan impulsi-impulsi psikis tidak terbendung dan merajalela tanpa batas dalam mengejar kepuasan hidup duniawi yang serba sementara ini. Faktor-faktor keserakahan, kezaliman, kemiskinan, kepadatan penduduk, keterbelakangan pendidikanm dan melemahnya iman, semuanya secara tumpang tindih menjadi penyebab terancamannya kelestarian eksistensi hidup dan kehidupan umat manusia, yang dalam waktu bersama mengancam pula keberadaan alam sebagai sumber hidup dan kehidupan.
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan perindustrian yang berdampak negatif itu merupakan karena ulah manusia itu sendiri. Dari manusia berasal dan wajar jika harus berbalik kepada manusia. Tidak ada yang lain, musuh yang paling riil bagi manusia adalah manusia itu sendiri. Dengan kata lain, demi kebahagiaan, ketentraman, keadilan dan kemakmuran, maka tugas pokok manusia adalah memerangi keserakahan, ketamakan, kezaliman, dan tingkah laku sejenis. Karena teknologi dan perindustrian berasal dari  ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan adalah keturunan langsung filsafat, maka secara sistematik-bertahap, filsafat perlu bertanggung jawab terhadap teknologi dan dan perindustrian.

C.     Etika Teknologi
”Pendidikan moral” yang bersumber dari renungan kefilsafatan dan keagamaan seharusnya direalisasikan secara nyata sebagai basis ”pendidikan intelektuan”. Melalui sistem pendidikan seperti itu, tujuan hidup manusia, yaitu ”kebahagiaan”, harus dikonsepkan kembali dan segera diiringi dengan penanaman paham ilmu penetahuan dan teknologi adalah ”perangkat alat” yang tajam bagi tujuan kebahagiaan itu.
Jika sesuatu itu bisa memberikan suatu kepuasan dan ketentraman hati, berarti kebahagiaan itu telah eksis. Adapun kepuasan dan ketentraman hati tersebut adanya. Sangat tergantung kepada tingkah laku manusia. Tidak setiap tingkah laku itu memberikan jaminan. Hanya tingkah laku tertentu saja yang dapat menjamin, yaitu tigkah laku yang bertanggung jawab. Artinya, yang berdasarkan pada prinsip keadilan, yakni melakukan perbuatan sebagai kewajiban atas hak yang layak bagi seseorang menurut posisi, fungsi dan keberadaannya.
Keadilan sebagai dasar tingkah laku itu berlaku bagi hubungan antar manusia, manusia dan alamnya, dan antara manusia dengan Sang Penciptanya.
Pada taraf hubungan antara sesama manusia, seseorang bisa berbuat atau tidak berbuat sesuatu kepada yang lain atas dasar ada atau tidaknya hak. Atau sering kali atas pertimbangan ada atau tidaknya kemampuan melakukan kewajiban tertentu. Sebagai warga negara, seseorang wajib membayar pajak sesuai dengan kedudukannya dan kekayaannya. Barulah ia resmi menjadi warga negara, dan karena itu ia bisa hidup dengan tenang dan bahagia di negara itu. Tetapi jika ia tidak mampu, maka seharusnya tidak mempengaruhi kedudukannya sebagai warga negara. Maka dari itu, suatu negara harus memiliki peraturan dan perundangan yang tidak bersifat eksploitatif, melainkan peraturan perundangan yang justru menghidupkan potensi warganya. Peraturan perundangan, sebagai salah satu teknik bernegara, harus mampu menghidupi warganya dalam suasana tenteram damai, dan bahagia karena hal ini merupakan wujud ketentraman, kedamaian, dan kebahagiaan negara itu sendiri. Apalah artinya kekayaan negara berlimpah, jika warganya hidup menderita. Dengan demikian cara-cara dan teknologi pergaulan sosial seharusnya berkiblat kepada hak dan kewajiban sebagai basis kebahagiaan.
Pada taraf hubungan antar manusia dengan alamnya juga harus diselenggarakan menurut prinsip keadilan. Orang dapat mengeruk kekayaan alam dan alam itu sendiripun rela. Tetapi, ketika sumber daya alam itu habis, maka mnusia pun akan kena murka alam secara hebat dan amat menakutkan. Dengan gundulnya hutan, alam marah dengan bencana banjir besarnya. Dengan habisnya karang laut, ombak besar membuat erosi atau abrasi besar-besaran di daerah pantai, Oleh karena itu manusia perlu berlaku adil terhadap alamnya. Yaitu dengan menggunakan teknologi canggih untuk memberikan hak sepenuhnya kepada alam, agar kemudian bisa secara etis menikmatinya. Jadi seharusnya teknologi bikan dipergunakan untuk mengeksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran, melainkan sebaliknya digunakan sebagai dan atau menyuburkan sumber daya alam.
Begitu pula hubungan antara manusia dengan Tuhan, Sang Penciptanya, prinsip keadilan juga harus menjadi dasar. Shalat dan ibadah kepada Allah SWT harus selalu diikuti dengan amal perbuatan yang sesuai kepada semua jenis makhluk ciptan-Nya. Rasanya, seluruh shalat dan ibadah kita pasti akan hangus jika tanpa diikuti dengan amal perbuatan baik sebanyak mungkin. Perbuatan tercela bukan saja terdapat pada kezaliman, melainkan juga terdapat pada perlakuan yang tidak adil terhadap alam. Melalui perbuatan adil kepada manusia dan alam, shalat dan ibadah kita baru mendapatkan makna nyata.
Pendidikan moral yang berorientasi pada perilaku adil, jujur, bertanggung jawab, tepa selira baik kepada Tuhan, sesama manusia maupun dengan alam merupakan seperangkat ajaran yang tidak bisa dipotong-potong. Ajaran moral ini menekankan kepada asas kesebaban (causative), yang menghargai nilai asal muasal (seba-musabab) adanya sesuatu dan menomorduakan kepentingan diri pribadi yang selalu finalis dan egosentris. Lebih jelas lagi, prinsip moralitas keadilan tidak mengajarkan pencapaian kelimpahan harta benda kekayaan, melainkan mengajarkan kecukupan hidup. Artinya kewajaran hidup, yaitu mendapatkan segala fasilitas hidup secara adil, bukan karena serakah, tamak dan zalim yang selalu cenderung bersifat eksploitatif terhadap manusia maupun terhadap alam.
Pendidikan moral seperti itu jelas memandang segala hasil sebagai usaha manusia mencapai kebahagiaan. Memang kekayaan harta itu mententramkan dan memuaskan hati, tetapi juga bisa membuat susah dan derita. Oleh karena itu, persoalannya adalah bagaimana membentuk sifat dan sikap moral yang mengutamakan kekayaan spiritual.
Jika dipikirkan dengan menghubungkan kebahagiaan sebagai tujuan hidup dengan teknologi sebagai cara khusus ilmu pengetahuan untuk membuktikan kesahihan teori-teori ilmiahnya, maka teknologi sebenarnya merupakan sarana bagi salah satu tujuan hidup itu. Sebagai salah satu sarana, teknologi berorientasi kepada penyelenggaraan hidup lahiriah, yaitu ketertiban, keamanan dan kemakmuran sosial. Sementara itu, kebahagiaan bersifat ruhani atau spiritual, yang mengakar pada hati nurani manusia terdalam. Jadi, seluruh kegiatan tekhnologi dengan esensi kebahagiaan adalah sebanding dengan hubungan antara rasio dengan perasaan. Yang pertama berpatokan kepada hal-hal yang logis, matematis dan cenderung fisis, sedangkan yan kedua terlepas dari perhitungan-perhitungan logis dan matematis serta cenderung ke arah derajat spiritual yang amat pribadi.
Perbedaan konteks di antara kedua hal tersebut menuntut adanya sikap moral yang tegas, khususnya mengenai penggunaan sarana teknologi yang terbatas hanya kepada konteks fisis dan tidak membiarkan memasuki suasana spiritual. Dengan kata lain, teknologi seharusnya tidak disetarakan tarafnya dengan kebahagiaan itu sendiri. Memerankan teknologi sebagai kebahagiaan, sudah pasti akan mengubah karakteristik, pola pikir, dan tingkah laku seseorang yang akan cenderung menjadi eksploitatif dan menghidup-suburkan perilaku serakah, tamak dan zalim terhadap siapa pun dan apa pun. Karena teknologi hanya berkemampuan fisis material belaka, bukan spiritual.
Demikianlah, melaui filsafat ilmu pengetahuan, teknologi perlu secara etis dipergunakan sesuai dengan kedudukannya sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup yang fisis-material. Karena itu, dengan teknologi, apa yang diharapkan manusia adalah kesempatan untuk mengembangkan hidup dan kehidupan yang semakin menjadi layak.

BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Teknologi dibuat atas dasar ilmu pengetahuan dengan tujuan untuk mempermudah pekerjaan manusia. Pada mulanya, teknologi tercipta berdasarkan niat dan tujuan dari si pencipta teknologi tersebut. Bila sebuah teknologi dapat diciptakan dengan tujuan yang baik, maka tidak akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar. Sehingga teknologi tersebut dapat bermanfaat bagi para penggunanya. Dalam penggunaan berbagai macam teknologi yang ada, harus mampu dalam menganalisis dampak positif dan dampak negatif yang ditimbulkan dari teknologi tersebut.
Bahan kajian ini merupakan materi pembelajaran yang mengacu pada bidang-bidang ilmu pengetahuan dan teknologi di mana peserta didik khususnya mahasiswa diberi kesempatan untuk membahas masalah teknologi dan kemasyarakatan, memahami dan menangani produk-produk teknologi, membuat peralatan-peralatan teknologi sederhana melalui kegiatan merancang dan membuat, dan memahami teknologi dan lingkungan.
Kemampuan-kemampuan seperti memecahkan masalah, berpikir secara alternatif, menilai sendiri hasil karyanya dapat dibelajarkan melalui pendidikan teknologi. Untuk itu, maka pembelajaran pendidikan teknologi perlu didasarkan pada empat pilar proses pembelajaran, yaitu: learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together.


B.     Saran
1.      Dalam penggunaan teknologi dalam bentuk apapun, lebih baik untuk mampu memilah nilai positif dan negatif yang diberikan dari teknologi tersebut.
2.      Dalam penggunaan teknologi, mampu mengendalikan diri sehingga tidak menimbulkan kerusakan bagi ligkungan sekitar, atau dengan kata lain, lingkungan di mana populasi-populasi berada.
3.      Dalam suatu penciptaan sebuah teknologi, lebih baik tidak ada sesuatu yang disembunyikan dalam segala sesuatu tentang teknologi tersebut. Baik dari segi proses penciptaannya, tujuan penciptaannya, dan lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Alisyahbana, Iskandar. 1980. Teknologi dan Perkembangan. Jakarta : Yayasan Idayu.
Anglin, Gary J. 1991. Instructional Technology: Past, Present and Future.
Englewood : Libraries Unlimited.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 1997. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Sutjipto. 2005. Kurikulum Pendidikan Teknologi suatu Kebutuhan yang Tidak
         Pernah Terlambat. Jakarta: Kompas.

0 komentar:

Posting Komentar

Trafic Visitor